Alfathiha

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيم ||| الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين ||| الرَّحمـنِ الرَّحِيم ||| مَـالِكِ يَوْمِ الدِّين ||| إِيَّاك نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِين ||| اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ ||| صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّين

Senin, 30 Mei 2011

Khalifah Umar Mengalami Gangguan Jiwa

           Tersiar kabar bahwa Khalifah Umar bin Khattab r.a. mengalami gangguan jiwa. Banyak orang yang telah menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri. Dugaan yang muncul bahwa barangkali hal itu dikarenakan masa muda Umar dipenuhi dengan maksiat, seperti mabuk-mabukan, atau bahkan membunuh orang tanpa rasa kemanusiaan. Mungkin, keadaan itu telah menyiksan batin Umar, sehingga ia mengalami gangguan jiwa.

            Memang, Umar sering menangis sendirian seusai menunaikan salat. Tetapi tiba-tiba, ia tertawa terbahak-bahak. Padahal, waktu itu tidak ada orang lain yang membuatnya tertawa. Bukankah itu pertanda bahwa Umar mengalami gangguan jiwa? Demikianlah dugaan-dugaan yang muncul di tengah masyarakat.

            Abdurrahman bin Auf, sebagai sahabat Umar yang paling akrab, merasa tersinggung dan sangat sedih mendengar tuduhan itu. Apalagi, hampir semua penduduk Madinah sepakat menganggap bahwa Umar betul-betul sakit jiwa. Konsekuensinya, tentu saja, ornag yang sakit jiwa tidak layak menjadi pemimpin umat atau negara.

            Yang lebih mengejutkan orang banyak pada saat itu adalah peristiwa yang terjadi ketika pelaksanaan salat Jumat. Ketika itu, Umar bin Khattab sedang membacakan khotbah diatas mimbar. Di tengah-tengah berkhotbah, tiba-tiba Umar berseru, "Hai pasukkanku! Bukit itu, bukit itu, bukit itu!!!" Jamaah salat jumat yang sedang mendengarkan khotbah menjadi geger. Sebab, ucapan Umar tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan isi khotbah yang disampaikan.

             "Wah, Khalifah kita benar-benar sudah sakit jiwa," ujar penduduk Madinah yang mengikuti salat Jumat pada saat itu.

             Tetapi, Abdurrahman bin Auf tidak mau bertindak gegabah. Ia ingin tahu betul apa yang menyebabkan Umar berbuat demikian. Akhirnya, Abdurrahman mendatangi Khalifah Umar. Ia bertanya, "Wahai Amirul Mukmini, mengapa engkau berteriak-teriak di sela-sela khotbah seraya menatap ke kejauhan?" Dengan sikap tenang, Khalifah Umar menjelaskan, "Begini, sahabatkku. Beberapa waktu yang lalu, aku mengirimkan sepasukan tentara yang tidak kupimpin langsung untuk menumpas para pengacau. Ketika aku sedang berkhotbah, kulihat pasukan itu dikepung musuh dari segala penjuru. Kulihat pula, satu-satunya benteng untuk mempertahankan diri adalah sebuah bukit yang berada di belakang mereka. Karena itu, aku berseru, "Bukit itu, bukit itu, bukit itu!"

              Abdurrahman mengernyitkan dahi, setengah tidak percaya. "Lalu, mengapa engkau dulu sering menangis dan tertawa sendiri sesuai melaksanakan salat fardu?" tanya Abdurrahman ingin tahu lebih jauh. Umar menjawab, "Aku menangis karena teringat kebiadabanku sebelum masuk islam. Aku pernah mengubur anak perempuanku hidup-hidup. Tetapi aku tertawa jika teringat akan kebodohanku. Kubuat patung dari tepung gandum, lalu kusembah seperti tuhan. Tetapi, bila aku lapar, 'tuhan'ku itu pun kumakan."
  
              Setelah mendengar penjelasan langsung dari Khalifah Umar, Abdurrahman bin Auf kemudian mohon izin. Ia belum dapat menilai, sejauh mana kebenaran ucapan Umar tadi. Ataukah hal itu justru lebih membuktikan ketidakwarasannya, sehingga jawabannya menjadi kacau dan tidak lazim.

              Akhirnya, bukti pun datang tanpa diminta. Pasukan yang dikirim Khalifah Umar untuk menumpas para pengacau beberapa waktu yang lalu kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar, meskipun nyata sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yang mereka derita. Mereka tiba dengan membawa kemenangan.

              Pada hari berikutnya, pemimpin pasukan itu bercerita kepada masyarakat Madinah tentang dahsyatnya peperangan yang mereka alami. "Kami dikepung oleh tentara musuh. Rasanya, saat itu tidak ada lagi harapan untuk dapat meloloskan diri. Pasukan musuh menyerang kami secara beringas dari berbagai penjuru. Kami sudah terpecah belah. Kekuatan kami nyaris terkuras habis. Hingga tibalah saat yang seharusnya kami mengerjakan salat Jumat. Persis kala itu, kami mendengar seruan gaib yang keras dan tegas, "Bukit itu, bukit itu, bukit itu!" Tiga kali seruan tersebut diulang-diulang, sehingga kami tahu maksudnya. Kami pun segera mundur ke lereng bukit. Kami jadikan bukit itu sebagai pelindung kami dari bagian belakang. Dengan demikian, kami dapat menghadapi serangan tentara lawan dari satu arah, yakni dari depan. Itulah awal kemenangan kami."

              Abdurrahman bin Auf yang ikut mendengarkan kisah itu mulai mengerti apa yang terjadi pada diri Umar. Begitu pula dengan masyarakat, yang tadinya menuduh Umar telah mengalami gangguan jiwa. Mereka semua merasa takjub akan kebesaran Allah yang dianugrahkan kepada Khalifah Umar. Abdurrahman bin Auf kemudian berkata, "Biarkanlah Khalifah Umar dengan perilakunya sendiri, meskipun terkadang tampak tidak lazim bagi kita. Sebab, ia dapat melihat sesuatu yang indra kita tidak dapat melihatnya."

Read More...

Jawaban Ibnu Abbas terhadap Pertanyaan Kaisar Romawi

           Diriwayatkan bahwa Kaisar Romawi menulis sepucuk surat kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan, yang diantarkan oleh seorang utusan. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut : "Beritahukan kepadaku apakah yang tidak memiliki kiblat ? siapakah yang tidak memiliki ayah ? siapakah yang tidak memiliki ayah dan ibu ? siapakah yang senantiasa dibawa oleh kuburannya ? sebutkan tiga makhluk yang tidak diciptakan di dalam rahim! Terangkan tentang 'sesuatu', setengah darinya, dan yang tidak terkatakan! Kirimkan pula kepadaku dalam sebuah botol sumber dari segala sesuatu."

            Mu'awiya kemudian mengirimkan surat dan sebuah botol kepada Ibnu Abbas, seorang pakar fikih, untuk menjawab surat tersebut.

            Ibnu Abbas memberikan jawaban sebagai berikut: "Yang tidak memiliki kiblat adalah Ka'bah. Yang tidak memiliki ayah adalah Nabi Isa a.s. Yang tidak memiliki ayah dan ibu adalah Nabi Adam a.s.. Orang yang senantiasa dibawa oleh kuburannya adalah Nabu Yunus a.s. yang ditelan oleh ikan Hiu. Tiga Makhluk yang tidak diciptakan di dalam rahim adalah Domba Nabi Ibrahim a.s., Unta Betina Nabi Saleh a.s., dan Ular Nabi Isa a.s. Adapun 'sesuatu' itu adalah orang berakal yang menggunakan akalnya. Setengah dari sesuatu itu adalah orang yang tidak berakal, tetapi masih mau mengikuti pendapat orang yang berakal. Adapun yang tidak terkatakan adalah orang yang tidak berakal dan tidak mau mengikuti pendapat orang-orang yang berakal."

            Kemudian Ibnu Abbas mengisi botol dengan air hingga penuh lalu ia berkata, "Air adalah sumber dari segala sesuatu." Jawab surat Mu'awiyah dikirimkan kepada Kaisar Romawi, yang menanggapinya dengan penuh kekaguman.

Read More...