Alfathiha

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيم ||| الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين ||| الرَّحمـنِ الرَّحِيم ||| مَـالِكِ يَوْمِ الدِّين ||| إِيَّاك نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِين ||| اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ ||| صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّين

Selasa, 07 Juni 2011

Pengorbanan Suci

     Ada seorang pemuda yang merasa sangat kelelahan ketika sedang menempuh perjalanan jauh. Ia lalu memutuskan untuk berisitirahat di sebuah perkampungan dan membiarkan kuda tunnggangannya mencari makan di sekitar tempat itu. Karena rasa lelah yang tiak tertahankan, pemuda itu tertidur di bawah sebatang pohon Sementara itu, kudanya yang kelaparan bergerak menuju ladang dan memakan tanaman yang tumbuh di sana. Tidak beberapa lama kemudian, sang pemilik ladang datang. Menyaksikan tanamannya rusak dan habis dimakan oleh kuda itu, si pemilik ladang menjadi sangat marah. Tak dapat dihindarkan lagi, ia kemudian membunuh kuda tersebut.

     Pada saat si pemuda bangun dari tidurnya, ia kaget mengetahui kudanya menghilang. Ia berusaha mencari ke sana kemari, tapi kuda itu tak juga ditemukannya. Tiba-tiba, ia melihat dari kejauhan seekor kuda yang tergeletak di sebuah ladang. Setelah didekati. ternyata kuda itu adalah miliknya, namun sudah dalam kondisi sudah tak bernyawa. Melihat hal tersebut, si pemuda menjadi marah dan mencari pembunuh kudannya itu. Ia arahkan langkahnya ke sebuah rumah yang tidak begitu jauh dari tempat itu. Ia yakin bahwa pemilik rumah itulah yang telah membunuh kudanya.

     Setelah bertemu dengan si pemilik rumah, yang tak lain adalah si pemilik ladang, pemuda itu tak mampu lagi mengendalikan amarahnya. Perkelahian pun tak bisa dihindarkan, dan akhirnya si pemilik ladang terbunuh. Peristiwa tersebut diketahui oleh orang banyak. Pemuda itu kemudian ditangkap dan dibawa menghadap kepada khalifah untuk diadili. Menurut hukum kisas, apabila seseorang membunuh, maka balasannya adalah ia juga harus dibunuh. Khalifah memerintahkan supaya si pemuda dipenjara terlebih dahulu selama sehari semalam sebelum di pancung. Pemuda itu memohon agar ia diperkenankan untuk pulang menemui ibunya, karena ada hal penting yang harus ia selesaikan.

     Permohonan itu ternyata tidak diperkenankan oleh Khalifah. Namun, pemuda itu tidak putus asa. Ia terus saja memohon sambil menyatakan bahwa ia mempunya tanggung jawab yang harus diselesaikan sebelum ia dihukum mati. Ia berjanji akan segera kembali setelah urusannya selesai. Khalifah meminta pendapat kepada ahli waris si pemilik ladang yang terbunuh. Ternyata, mereka tidak mengizinkan pemuda itu pergi, karena khawatir ia tidak akan kembali lagi untuk menjalani hukuman mati.

     Berulang kali si pemuda berharap dan bersumpah bahwa ia akan datang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sayangnya, tiada seorang pun yang menunjukan tanda simpati. Akhirnya, tampillah seorang tua menghadap khalifah. Ia menyatakan kesanggupannya untuk menjadi tebusan bila sang pemuda tidak menepati janjinya. Ia berharap supaya si pemuda diizinkan pulang ke rumahnya. Orang tua itu tiada lain adalah Abu Dzar, salah seorang sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan hadis.

     Melihat kenyataan itu, semua yang hadir terpana. Bahkan, ada di antara mereka yang merah terhadap Abu Dzar karena tindakannya dapat membahayakan dirinya sendiri. Abu Dzar berjanji untuk menjadi jaminan atas pemuda tersebut dan menyuruh si pemuda pulang guna menyelesaikan masalahnya. Melihat kejadian ini, sang pemuda menjadi tenang. Ia kembali berjanji bahwa akan datang untuk menerima hukuman pancung setelah urusannya selesai. Abu Dzar mengerti, apabila pemuda itu mengingkari janjinya, maka nyawanyalah yang akan melayang.

     Abu Dzar ditanya oleh Khalifah mengenai alasan kesanggupannya melibatkan diri dalam perkara yang sangat membahayakan diri. Abu Dzar menjelaskan bahwa hal itu ia lakukan demi kemuliaan Islam. Ia merasa sangat malu ketika melihat tiada seorang pun yang sanggup mengulurkan bantuan tatkala pemuda asing itu berada dalam keadaan yang sangat menyulitkan.

     Lalu, pemuda itu diizinkan pulang ke rumahnya, sementara Abu Dzar dikurung di dalam penjara. Keesokkan harinya, orang-orang berbondong-bondong menuju istana Khalifah unuk menyaksikan episode yang sangat mencemaskan. Banyak orang mengira bahwa Abu Dzar akan menjadi tumbal. Sebab, kemungkinan besar pemuda itu tidak akan datang menyerahkan lehernya untuk dipancung. Saat-saat yang mendebarkan mulai tiba. Waktu pemancungan yang telah ditentukan akan berlangsung beberapa menit lagi. Namun, pemuda itu belum juga menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Abu Dzar mulai dikeluarkan dari penjara. Bila pemuda itu benar-benar tidak datang, maka Abu Dzar sudah pasti menjadi korban.

     Pada detik-detik terakhir yang paling mendebarkan, tampak dari kejauhan seorang laki-laki menunggang seekor kuda dengan sangat kencang menuju lapangan tempat hukuman pancung dilaksanakan. Ternyata, pemuda itu benar-benar menepati janjinya. Ia kemudian turun dari kudanya dan datang menghadap Khalifah.

     "Maafkan aku, wahai Khalifah. Sesungguhnya aku telah berusaha untuk datang lebih awal. Namin ditengan perjalanan, tali kuda yang kutunggangi ini putus, sehingga aku harus menyambungnya terlebih dahulu," kata pemuda itu dihadapan Khalifah.

     Ia kemudian melanjutkan perkataannya, "Perlua Khalifah ketahui, kemarin aku memohon izin untuk bisa pulang menemui ibuku, karena ada urusan sangat penting yang menjadi tanggung jawabku. Aku adalah seorang penjaga harta anak-anak yatim. Tanggung jawab yang sangat berat itu tidak bisa kutinggalkan begitu saja sebelum kuserahkan kepada ibuku. Nah, sekarang tanggung jawab itu telah berada di tangan ibuku. Silakan aku dihukum pancung!"

   Setelah mencertiakan semuanya di hadapan Khalifah, pemuda itu menemui Abu Dzar untuk mengucapkan terimakasih atas kesediaan dirinya menjadi jaminan. Kemudian si pemuda berjalan ke tempat pemancungan. Ketika algojo hendak mengayunkan pedangnya, tiba-tiba anak dari si pemilik ladang yang terbunuh itu berteriak dengan suara lantang, meminta agar hukuman itu dibatalkan. Dengan keikhlasan hati, ia memaafkan kesalahan sang pemuda. Mendengar kata-kata dari anak pemilik ladang tersebut. si pemuda merasa sangat bahagia dan terus bersujud sebagai tanda Syukur kepada Allah SWT.

Hikmah
     Adakah saat ini ulama seperti Abu Dzar yang bersedia menjadi jaminan bagi orang yang terhukum mati ? Adakah kini ulama sepertu Abu Dzar yang bersedia menjadi jaminan bagi orang yang sama sekali tak dikenalnya ? Adakah seorang terhukum mati yang setelah diberi kesempatan bebas lalu kembali dengan penuh tanggung jawab untuk menyerahkan nyawanya ? Adakah saat ini orang yang dijatuhi hukuman mati, sementara ia masih menanggung amanah, kemudian sebalum hukuman itu dilaksanakan, ia bersedua untuk menunaikan amanahnya terlebih dahulu ? Adakah saat ini seorang anak yang ayahnya telah dibunuh oleh seseorang, kemudian dengan penuh keikhlasan memaafkan si pembunuh ?Rasanya sangat sulit untuk mengatakan "ada". Hanya ada sedikit orang yang mampu melihat manusia dari sisi kemanusiannya. Inilah yang dilihat oleh Abu Dzar pada diri si terhukum dalam kisah ini. Posisi sulit yang dialami si terhukum ternyata tidak dapat menggugah hati kebanyakan ornag yang melihatnya. Kesungguhan si terhukum untuk menyelesaikannya. Tidak demikian dengan Abu Dzar. Saat itu, ia melihat kesulitan si terhukum sebagai manusia biasa, yang di satu sisi harus segera dihukum dan di sisi lain masih memiliki amanah yang harus diselesaikannya. Kesungguhan dan kejujuran si terhukum terlihat oleh kejernihan hati Abu Dzar, sehingga ia bersedia menjadikan dirinya sebagai jaminan. Demikian pula dengan si terhukum. Meskupun ia diberi waktu yang memungkinkannya untuk dapat melarikan diri, ia tetap kembali untuk menyerahkan diri demi menunaikan tanggung jawabnya yang besar. Sementara itu , si anak yang ayahnya bertanggung jawab dalam diri si terhukum. Kemudian jiwa si terhukum begitu tampak di mata anak si korban, sehingga ia kemudian memaafkannya. Semua ini terjadi, karena Abu Dzar dan anak si korban dalam kisah ini memiliki kebeningan kalbu, sehingga mereka dapat menyaksikan kemuliaan jiwa si terhukum, yang tak dapat disaksikan oleh orang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar